
| I Won't Brother! | Park Chanyeol & (OC) |
Family, Romance, Brotherhood, Comedy | DipBeam | 1000+ |
If
you hope have a brother
And
you thinking it’s be gratify
You’re
wrong!
Aku tahu. Bagi kalian yang
tidak mempunyai kakak, terutama kakak laki-laki pasti iri kepada orang lain
yang memilikinya dan berpikir bahwa akan menyenangkan memiliki —orang/seseorang—
yang disebut kakak laki-laki. Jika kau adalah salah satu yang berpikir seperti
itu maka kau salah besar. Ingat! kau SALAH BESAR!
Memiliki kakak laki-laki tidak
se-menyenangkan yang kau kira. Tidak se-indah yang kau banyangkan. Apalagi
memiliki kakak laki-laki yang tergolong tampan. Uuh.. sungguh itu menyebalkan.
Saat kau membayangkan kakak laki-laki
tampanmu kau ajak ke upacara kelulusanmu, dengan dalih bahwa kau ingin ditemani
saat detik-detik pengumuman yang menegangkan. Agar ada yang bisa menenangkanmu
dengan menepuk-nepuk halus punggungmu, mendekapmu, mengusap puncak kepalamu,
dan yang pertama kali mengucapkan selamat saat kau naik ke panggung untuk
menerima penghargaan dan ijazah kelulusan. Namun, semua itu hanya expectation.
Seperti saat itu. Saat aku mengajak kakakku
untuk menemaniku menghadiri upacara kelulusan karena ayah dan ibu-ku harus
mengurus perusahaan —orang tua macam apa yang seperti itu—, itu sebabnya aku
mengajak kakakku. Walaupun aku sedikit ragu untuk membawa serta kakakku ke
sekolah dengan siswi yang terkenal genit —Tentunya aku tidak termasuk.
Mobil kami memasuki halaman sekolah menuju
tempat parkir tepat di samping aula. Kami turun saat mobil kami sudah terparkir
rapi. Memang dasarnya kakakku yang mempunyai tingkat ke-PDan yang overdosis,
dia merapikan baju dan sedikit mengacak rambutnya. Aku hanya berdecak kesal di
luar mobil menunggu prince sok tampan —sebenarnya dia memang tampan—
yang sedang berdandan.
Aku menghentakkan kakiku saat sudah sampai
di depan pintu kemudi. Mengetuk kacanya dengan brutal. “Cepat! Kau tak akan
pernah terlihat tampan walaupun kau memperbaiki penampilanmu berjuta-juta
kalipun! Sekarang keluar!” aku berteriak dari luar sambil menendang-nendang
pelan pintu mobil.
“Slow down my little princess!” ucap kakakku
saat selesai dengan acara ‘self makeover’ di dalam mobil. “Aku bukan putri
kecil yang harus kau gandeng kemana-mana.” Ketusku sembari menghentakkan
genggaman Chanyeol yang ada di tanganku. Bukannya diam dia semakin menjadi
dengan mengacak rambutku. “Park Chanyeol! Singkirkan tanganmu!” dia terkekeh.
Tangannya merogoh saku mantelnya dan mengeluarkan kaca mata hitam. Dia berjalan
mendahuluiku, menebarkan pesona kepada setiap gadis yang ada disana —oh, jangan
lupakan teriakan dan decakan kagum dari setiap orang.
“Ya Tuhan… aargghh..” aku berteriak frustasi
dan berlari menyusul kakakku yang super duper menyebalkan. Sampai kapanpun!
.
.
Hari kelulusan yang seharusnya menyenangkan
dan mengharukan, tapi kenyataannya malah sebaliknya. Hari itu menjadi hari yang
sangat menyebalkan bagiku. Hari itu berakhir dengan penampilaku yang sudah
acak-acakan. Bukan karena dikerjai, tapi lebih dari itu. Aku bersumpah itu
bukanlah hal baik.
Aku dikejar-kejar dan dikerumuni teman-teman
gadisku yang meminta nomor ponsel dan ingin berkenalan dengan Park Chanyeol!
Sungguh, bukannya aku tidak mau memberi mereka nomor ponselnya, tapi aku sudah
muak dengan semua ini. Aku berlari menuju mobilku dan mencaci maki Chanyeol
yang sudah ada disana dengan senyum lebar menggodaku.
.
.
.
Itu masih biasa. Belum lagi saat malam
pergantian tahun. Aku yg memang sedang malas keluar bersama teman-teman
lagi-lagi harus keluar bersama kakak laki-laki gila bernama Park Chanyeol.
Uuh.. dia benar-benar freak!
“Belikan aku sosis panggang yang disana!”
ucapku saat kami beristirahat di salah satu bangku taman. Aku menunjuk salah
satu stand makanan yang berjajar rapi di sekitar taman. “Berbicaralah
lebih manis padaku.” Ucapnya acuh. Dia memainkan ponselnya. “Tidak akan. Cepat
belikan, aku lapar.” Dia masih bergeming. Pandangannya fokus pada ponselnya. “Ya!”
aku berteriak tepat di telinganya. “Aish.. panggil aku oppa.” Perintahnya.
“Tidak akan!” “Okey! Itu mau mu.” Chanyeol beranjak dan berbalik. Aku berpikir
bahwa dia akan membelikan apa yang aku minta. Dia berjalan melewati stand sosis
panggang. Aku berteriak dan mengejarnya.
“Ya! Kau menyebalkan.” Hardikku saat
tanganku berhasil menggapai ujung mantelnya. “Oppa~” ucapnya menuntunku untuk
memanggilnya dengan sebutan itu. “Tidak!” jawabku ngotot. “Oppaaa~” dia masih
berusaha membujukku. Dan saat ini dia mendekatiku. Menjulurkan tangannya ke
pinggangku. Dan….
“Ya! Ya! Oke oke.. berhenti hahaha..
menggelitik! Berhentii!! Ya!!” aku berusaha menghindar, tapi tangan
kanannya menahan tubuhku. “Panggil aku oppa!” katanya, masih dengan
menggelitik pinggangku.
“Oppa.. haha.. lepaskan..” nafasku
bergemuruh. Perutku sakit dan kami duduk di tanah karena kelelahan, terutama
aku. Sungguh aku benar-benar lelah. Pinggang adalah daerah sensitifku dan
Chanyeol menggelitiku disana. Aku benci itu.
“Nah.. kau jauh lebih manis jika memanggilku
seperti itu.” Dia girang sambil bertepuk tangan. Dia benar-benar tidak tahu
malu. Aku saja sudah menutup wajahku sejak tadi karena mayoritas orang-orang
disana menjadikan kami tontonan gratis.
Aku berdiri dengan kesal. Aku menginjak
kakinya dan berteriak “Dasar gila! Cepat belikan aku sosis itu!” aku akan
beranjak, tapi Chanyeol lagi-lagi menahanku. “Panggil aku ‘oppa’ dan bicaralah
dengan manis!” ucapnya final.
Huh.. oke, sekali ini saja aku mengalah. Aku
menghela napas panjang dan memasang wajah semanis mungkin. “Oke—
“Chanyeol oppa, tolong belikan aku sosis panggang yang ada disana.” Aku
tersenyum. Entah itu senyum asli atau terpaksa. Aku tidak tahu. Yang penting
dia mau membelikan sosis itu untukku. “Tunggu sebentar chagi-ya aku
akan membelikan sosis panggang special untukmu.” Chanyeol mengacak rambutku dan
mencubit kecil hidungku. “Aku bukan kekasihmu! Pergi!” aku mendorong Chanyeol
yang masih terkekeh. Dia benar-benar menyebalkan.
.
.
.
Aku duduk di bangku taman yang sebelumnya.
Menunggu Chanyeol membawakan sosis panggang pesananku. Sungguh aku berani
bersumpah dari sini aku bisa mendengar orang-orang mebicarakan ku. ‘Mereka
cocok.’ ‘mereka romantis’ ‘apakah mereka berpacaran?’ ‘pasti mereka sepasang
kekasih’ ‘mereka sangat serasi’
Apa mereka tidak punya
bahan pembicaraan lain selain itu? Benar-benar menyebalkan.
Saat aku mulai bosan Chanyeol datang dengan
dua sosis panggang jumbo memenuhi kedua tangannya. Cengiran khasnya tidak
pernah luntur. Senyum idiot yang memalukan. Dia duduk di sebelahku dan
menyerahkan salah satu diantara keduanya kepadaku. Sesaat kami terdiam.
Menikmati sosis panggang yang ada di tangan masing-masing sebelum suara berat
milik kakak idiotku memecah keheningan yang tercipta di antara kami.
“Kau tau apa yang bibi penjual sosis
panggang katakan padaku?”
“Kau lupa membayar.”
“Bukan.
“Kau menumpahkan sausnya.”
“Bukan juga.”
“Kau lupa mengambil kembalian?”
“Bukan. Bukan itu.” Suaranya meninggi.
“Bagaimana aku tahu? Aku dari tadi duduk
disini! Idiot!” suaraku tak kalah tinggi. Aku muak dengannya.
“Dia menganggap kita sepasang kekasih yang
serasi. Dan dia memberikanku ini.” Katanya girang sambil menjulurkan dua
kalung couple berbentuk bintang dan bulan ke depan wajahku.
“What?!” mataku membulat. Sungguh ini gila.
Benar-benar gila. Aku tak bisa mempercayai ini. Bagaimana bisa semua orang
beranggapan bahwa aku dengan orang idiot ini berpacaran? Tidak! Aku tidak sudi
berpacaran dengan dia.
“Tidak usah berpura-pura kaget. Kau senang
kan semua orang berkata kalau kita pacaran?” Chanyeol mengedipakan sebelah
matanya ke arahku. Memamerkan gigi rapinya dan wajah polos yang menjijikan.
“Sungguh! Kau gila Park Chanyeol!!” aku
berdiri dan memukul kepalanya dengan tas tanganku dan pergi meninggalkannya
yang berusaha mengejarku.
.
.
That’s
the reality!
.
.
That’s
crazy! And I hate it.
I
hate my brother
‘coz
he makes me crazy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar