
Title: Gomawo Hyung
Author : DipBeam
Cast: Sehun dan Luhan
Genre: Brothership, little bit comedy, fluff
Length: Ficlet
“Daratan yang menjorok ke laut
disebut?”
“Teluk.”
“Penanaman kembali hutan gundul
disebut?”
“Reboisasi.”
“Sebutkan sifat gas!”
“Tidak berwujud dan bau.”
“Hah??”
“TIDAK BERWUJUD DAN BAU.” Ulang Sehun
keras dan percaya diri. Merasa jawabannya benar. “Ya! Hyung, sakit! Kenapa
kau memukulku?” sungut Sehun saat Luhan memukul kepalanya dengan gulungan buku.
“Apa jawabanmu?” Luhan bertanya lagi.
Matanya menatap Sehun lekat. Tangannya menggulung lagi buku yang ada di
tangannya hingga padat. Sehun menjawab lebih keras dan lebih percaya diri dari
sebelumnya sambil mengelus puncak kepalanya yang sakit.
“TIDAK BERWUJUD DAN BAU!! APA KAU TULI HYUNG!”
Sehun kembali berteriak saat Luhan memukul kepalanya lagi dengan lebih keras.
Berkali-kali lipat lebih keras dari yang pertama.
“Kau sedang memikirkan apa hah? Aku
bertanya sifat dari gas!” Luhan membentak Sehun yang mengerucutkan bibir dan
sekarang kedua tangannya sedang mengelus kepalanya. Sehun menjawab dengan
polos. “Kentut.” Sepolos jawaban anak TK.
“Ya ampun…” sekarang Luhan yang memukul
kepalanya. Merutuki dirinya sendiri. “Aku bertanya apa saja sifat dari gas.
Kenapa kau menjawab itu!” Luhan menggerutu. “Volume dan bentuknya berubah-ubah.
Itu jawaban yang benar.” Luhan membalik-balik halaman buku yang ada di
tangannya. Melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh Sehun.
Luhan akan berteriak dan dibuat kesal jika
Sehun mulai ngelantur seperti tadi. Dan berujung luhan yang mengelus dada
berusaha menyabar-nyabarkan dirinya sendiri. Buku yang digenggamnya juga
mendapatkan imbasnya. Pasalnya buku itu sudah tak berbentuk. Kusut disana-sini
karena genggaman tangan Luhan yang sangat erat.
“Yasudah.. sekarang kita tidur. Sudah
cukup belajarnya, besok kau harus ujian dan tidak boleh kelelahan.” Ucap Luhan
sambil membereskan perlengkapan belajar yang berserakan. Sehun segera berganti
baju menjadi piyama tidur bergambar Larva kartun kesukaannya—berwujud gumpalan
berwarna kuning dan merah—. Seperti anak kecil? Right! Dia memang
seorang bocah berumur 10 tahun yang akan ujian besok. Hanya badannya saja yang
tinggi, bahkan tingginya hampir sama dengan kakaknya yang sudah lulus sekolah
menengah pertama.
Luhan mematikan lampu kamar Sehun dan
berjalan keluar kamar, tapi dia berbalik berjalan ke arah tempat tidur Sehun
dan membenarkan selimut yang Sehun pakai dan menucapkan kata penyemangat untuk
adik kesayangannya itu. Luhan keluar. Sebelum menutup pintu dia mengucapkan
selamat malam dan melontarkan senyum manisnya.
*****
Luhan terlihat sedang santai membaca komik.
Dia duduk di sofa ruang keluarga dengan kakinya dia silangkan di atas sofa.
Luhan sangat serius. Seperti ada sebuah tameng yang memisahkan dirinya dari
dunia nyata saat Luhan sudah membaca komik. Bahkan suara petir yang kekuatannya
berpuluh-puluh ribu volt dan bisa saja meretakkan tanah di bumi dia hiraukan
jika sudah bermesraan dengan kekasihnya itu—komik detective connan.
Bahkan dia tidak menyadari jika adik
kesayangannya sudah datang. Membuka pintu dengan gaduh dan berlari ke arahnya.
Jika Sehun tidak merebut paksa ‘kekasih’ kakaknya itu dia pasti sudah menjadi
kacang gosong karena di hiraukan. Tak tersentuh sedikitpun oleh calon
pemakannya.
“Ya! Kembalikan komikku. Aku sedang
membaca!” Luhan berteriak sambil berkacak pinggang. Berdiri mengadap Sehun yang
memainkan komiknya sambil memandang lurus ke arah Luhan.
“Tidak! Kau tahu hyung, aku
sudah berdiri disini sejak lima belas menit yang lalu memanggil-manggil namamu,
melakukan banyak hal untuk menyadarkanmu jika aku sudah pulang, tapi tidak ada
satupun caraku yang berhasil. Maka dari itu aku terpaksa merebut ‘kekasihmu’
agar kau sadar!” Sehun mencak-mencak kepada kakaknya. Mengungkapkan apa yang
dia pikirkan secara langsung. Luhan hanya diam menghadapi adiknya karena
percuma jika dia membalas semua perkataan Sehun. Yang ada, di rumah itu akan
ada pertarungan sengit antara adik-kakak yang sama-sama labil.
“Ck,, yasudah aku minta maaf,” Luhan
kembali duduk di sofa. Kali ini dia tidak membawa serta ‘kekasihnya’ —karena
disita oleh Sehun. Luhan menepuk tempat kosong yang ada di sebelah kanannya.
Memberi Sehun isyarat untuk duduk disana. Sehun masih berdiri di tempatnya
semula. Dia enggan menuruti apa yang diperintahkan oleh kakaknya. Hatinya masih
kesal di abaikan seperti tadi. Dia ingin membalas dendam dengan cara tidak
menuruti perintah kakaknya. Namun, dia tidak akan bisa karena bagaimanapun
Luhan, dia tetaplah kakaknya. Kakak kesayangannya. Dan akan tetap seperti itu.
Sehun berjalan pelan ke sofa dan duduk
disana. Pandangannya lurus ke depan dan kedua tangannya dia lipat di depan
dada. Masih merajuk. Luhan terkekeh melihat tingkah Sehun. Sangat lucu—dengan
pipi yang digembungkan, bibir yang mengerucut seperti anak bebek yang lucu, dan
gerutuan-gerutuan kecil andalannya.
“Bagaimana ujianmu tadi?” Tanya Luhan.
Sehun yang tadinya diam, seketika menjawab dengan semangat.
“Waaah.. aku bisa hyung. Aku
mendapat nilai A di ujian ku ini.” Sehun membanggakan dirinya sendiri. Dia
benar-benar senang mendapat nilai sempurna saat ujian.
Luhan tersenyum bangga. Dia menepuk puncak
kepala adiknya dan berkata, “Aku bangga padamu Sehun.” Luhan tersenyum saat
melihat adiknya tersenyum ceria. Tak dipungkiri dia benar-benar bangga dan
senang saat adiknya mendapat nilai sempurna.
“Aaaahh.. aku lupa hyung. Aku punya
sesuatu untukmu.” Sehun mengobrak-abrik isi tasnya. Memekik gembira saat
menemukan yang dia cari. “Naaah.. Ini!” Sehun memberikan secarik kertas
berwarna kuning dengan gambar gambar Larva dibagian pojok bawah —Sehun
benar-benar maniak kartun menjijikan itu(setidaknya menurutku)— “Apa ini?”
Luhan menerima kertas itu dan membolak-baliknya. Saat dia akan membukanya Sehun
merebut kertasnya kembali. “Eits… dibaca sendiri nanti. Jangan sekarang. Oke!
Aku mau tidur. Bye hyung…” Sehun berlari ke kamarnya setelah melempar
kertas itu pada Luhan.
“Ya! Tidak sopan!” Luhan berteriak
menghardik Sehun. “Maaf hyung!” Sehun membalas teriakan Luhan dari dalam
kamar. Benar-benar tidak sopan.
Luhan kembali memposisikan badannya agar
duduk lebih nyaman. Menghadap ke televisi yang menampilkan layar hitam dan
membaca kertas yang diberikan Sehun padanya.
Hyung, makasih ya udah
ngajarin aku belajar buat ujian.
Sekali lagi terimakasih hyung.
Aku sayang hyung.
—Sehun yang tampan—
Hanya 3 kalimat sederhana yang di tulis oleh
seorang anak laki-laki berumur 10 tahun dengan tulisan cakar ayam yang sama
sekali tidak rapi, tapi itu sudah mewakili segala yang telah terjadi. Rasanya
ingin tertawa sekaligus menangis membaca surat dari adiknya. Luhan terkekeh
pelan dan mengambil nafas panjang sebelum..
“Hey! Aku lebih tampan darimu Sehun!”
“Tidak! Kau tidak tampan, hyung. Kau
cantik!”
Setelah itu teriakan-teriakan kembali
terdengar. Saling mengejek satu sama lain. Tidak ada yang mau mengalah. Karena
memang mereka masih sama-sama bocah.
Terkadang berterimakasih itu tak
harus disimbolkan dengan barang.
Tidak harus dengan tindakan yang
terlihat mencolok.
Hanya dengan secarik kertas dan
kalimat sederhana.
Kau bisa mengekspresikannya.
Kata terindah dan termanis di
seluruh dunia.
Simple.
THE END
Thanks
for reading and please leave your comments *bow
Tidak ada komentar:
Posting Komentar